Pentingnya Etika Dalam Bernegara

_Seseorang tanpa etika adalah binatang buas yang dilepaskan dari dunia ini.”_  Albert Camus 

 

*Homo Homini Lupus, manusia adalah serigala bagi manusia lainnya.* Homo Homini Lupus adalah pepatah dalam bahas latin yang dipopulerkan oleh Thomas Hobbes untuk membangun teori sosialnya yang dikenal dengan TEORI KONTRAK SOSIAL.

 

Pepatah _Homo Homini Lupus_ itu hendak mengkritisi tabiat manusia yang kerap kali berlaku kejam kepada sesama manusia. Bak serigala, manusia kerap kali kehilangan perikemanusiaan pada saat berbuat jahat kepada sesamanya. Periaku manusia yang seperti serigala ini hanya terjadi ketika dia mengabaikan atau menafikkan etika.

 

Seringkali serigala akan berburu dan memangsa hewan buruannya secara berlelompok atau bersama-sama. Namun demikian, seringkali pula antar serigala saling berkelahi untuk berebutan memangsa mangsanya. Secara alamiah, mereka akan memangsa hasil hewan buruannya secara bergantian, jika ada serigala yang tidak mendapatkan jatah memangsa hasil buruannya tersebut maka akan menunggu pada hasil buran berikutnya.

 

Inilah yang kemudian menjadi dasar Thomas Hobbes untuk membangun TEORI KONTRAK SOSIAL-nya. Perlu dibangun sebuah kesepakatan sosial agar manusia tidak saling menyerang demi ketenangan dan kesejahteraan hidupnya, lebih tepatnya terjamin hidupnya.

 

Dalam konteks politik, mungkin inilah mengapa mereka melakukan koalisi yaitu agar tidak saling ‘menerkam’ dan terjamin jatahnya sehingga terjamin keberlangsungan hidupnya. Sementara bagi yang tidak mau berkoalisi akan terancam hidupnya.

 

*Tinggal pertanyaannya, ketika mereka semua telah bersatu, lalu siapakah yang menjadi mangsanya ? Rakyat atau Negara ?*

 

Negara dengan segala kekayaannya akan menjadi ‘mangsa’ buat mereka. Dan ada banyak cara bagi mereka untuk memangsanya. ‘Memangsa’nya secara ‘sendiri’ atau jika tidak mampu memangsanya maka akan diserahkan / dijual kepada ‘pemangsa’ lainnya.

 

Dan agar rakyat tidak melawan, ada 2 cara yang dilakukan oleh mereka, yaitu :

1. Memberi makan rakyat dengan berbagai cara, seperti bansos, dan lain sebagainya.

2. Mengancam rakyat di mana jika berani melawan maka akan ‘dimangsanya’ pula.

 

Mereka sadar bahwa rakyat yang lapar pasti akan segera melakukan pemberontakan atau perlawanan. Oleh karena itu, cara pertama sering mereka gunakan. Melalui cara pertama, mereka melakukan propaganda untuk mengatakan bahwa mereka adalah baik dan yang dilakukan itu adalah sebuah kebaikan. Padahal yang diberikan kepada rakyat tersebut hanyalah sisa remahan-remahan dari apa yang mereka ‘mangsa’ / ‘santap’. INGAT, yang diterima rakyat adalah *’sisa remahan-remahan’*. Remahan itu sendiri adalah sisa. Dan yang diterima rakyat adalah *sisa dari sisa.*

 

Dan agar rakyat tidak menyadari bahwa yang diterimanya adalah ‘sisa remahan-remahan’, maka rakyat dibiarkan ‘bodoh’, bodoh dari menyadari akan hal ini. Jika tidak mampu membuat rakyat menjadi bodoh (dalam artian tidak mengetahui akan hal ini), maka akan dibangun mindset dan mental tak berdaya sehingga rakyat menjadi tidak tergerak untuk melakukan perlawanan karena mindset dan mental tak berdaya ini yang akan menganggap bahwa yang dilakukan akan sia-sia. Seringkali dalam membangun mindset dan mental tak berdaya pada rakyat ini, mereka membungkusnya dalam bahasa agama yaitu bahwa ini sudah takdir atau ketetapan Tuhan.

 

Oleh karena itu, satu-satunya cara untuk menggerakkan rakyat untuk bangkit dan melawan demi kehidupannya yang lebih baik adalah dengan melakukan penyadaran, menyadarkan rakyat dari kebodohannya. Betapa negara dengan kekayaan alamnya mampu mensejahterakan mereka. Tinggal diberikan ruang partisipasi rakyat dalam berbagai bidang, terutama ekonomi.

 

Jika saja anggaran food estate (sekitar 409 triliun) dan bansos (sekitar 497 triliun) serta nilai korupsi tambang timah (sekitar 271 triliun), belum lagi nilai-nilai lainnya, dibagikan secara merata kepada seluruh penduduk Indonesia, maka nilai tersebut bukan hanya mampu mengeluarkan rakyat dari kemiskinan melainkan juga mampu mensejahterakan mereka, asalkan diberikan secara tepat dan rakyat diedukasi untuk hal tersebut.

 

*Namun semua ini hanya dapat terjadi jika negeri ini dipimpin oleh orang-orang yang mengedepankan etika.*

 

Akankah negeri ini dipimpin oleh orang-orang yang mengedepankan etika ?

 

Jika yang menjadi pemimpin negeri ini adalah orang-orang yang dengan jelas-jelas terpilih dari suatu proses yang melanggar kode etik, belum lagi pelanggaran-pelanggaran lainnya, saya tidak yakin bahwa mereka akan memimpin negeri ini dengan mengedepankan etika. Dan yang saya khawatirkan adalah bahwa mereka menjadi ‘binatang buas’ yang dilepaskan di negeri ini.

 

*Semoga Allah menjauhkan negeri ini dari orang-orang seperti itu, yang mengabaikan/menafikkan etika, dengan sejauh-jauhnya.* Dan semoga Allah menyadarkan bangsa ini bahwa ada orang-orang seperti ini yang sangat berbahaya bukan hanya bagi negara melainkan juga bagi rakyat, dan kemudian memberikan keberanian dan kekuatan kepada rakyat untuk mencegah dan melawan mereka sebelum mereka benar-benar akan melakukan kezalimannya. Aamiin. Allahumma shali ‘ala Muhammad wa aali Muhammad.

 

*Salam Demokrasi, Salam Junjung Tinggi Etika,*

 

Max Hendrian Sahuleka

*_Seseorang tanpa etika adalah binatang buas yang dilepaskan dari dunia ini.”_ [ Albert Camus ]*

https://vm.tiktok.com/ZSFbGQu3e/

*Homo Homini Lupus, manusia adalah serigala bagi manusia lainnya.* Homo Homini Lupus adalah pepatah dalam bahas latin yang dipopulerkan oleh Thomas Hobbes untuk membangun teori sosialnya yang dikenal dengan TEORI KONTRAK SOSIAL.

Pepatah _Homo Homini Lupus_ itu hendak mengkritisi tabiat manusia yang kerap kali berlaku kejam kepada sesama manusia. Bak serigala, manusia kerap kali kehilangan perikemanusiaan pada saat berbuat jahat kepada sesamanya. Periaku manusia yang seperti serigala ini hanya terjadi ketika dia mengabaikan atau menafikkan etika.

Seringkali serigala akan berburu dan memangsa hewan buruannya secara berlelompok atau bersama-sama. Namun demikian, seringkali pula antar serigala saling berkelahi untuk berebutan memangsa mangsanya. Secara alamiah, mereka akan memangsa hasil hewan buruannya secara bergantian, jika ada serigala yang tidak mendapatkan jatah memangsa hasil buruannya tersebut maka akan menunggu pada hasil buran berikutnya.

Inilah yang kemudian menjadi dasar Thomas Hobbes untuk membangun TEORI KONTRAK SOSIAL-nya. Perlu dibangun sebuah kesepakatan sosial agar manusia tidak saling menyerang demi ketenangan dan kesejahteraan hidupnya, lebih tepatnya terjamin hidupnya.

Dalam konteks politik, mungkin inilah mengapa mereka melakukan koalisi yaitu agar tidak saling ‘menerkam’ dan terjamin jatahnya sehingga terjamin keberlangsungan hidupnya. Sementara bagi yang tidak mau berkoalisi akan terancam hidupnya.

*Tinggal pertanyaannya, ketika mereka semua telah bersatu, lalu siapakah yang menjadi mangsanya ? Rakyat atau Negara ?*

Negara dengan segala kekayaannya akan menjadi ‘mangsa’ buat mereka. Dan ada banyak cara bagi mereka untuk memangsanya. ‘Memangsa’nya secara ‘sendiri’ atau jika tidak mampu memangsanya maka akan diserahkan / dijual kepada ‘pemangsa’ lainnya.

Dan agar rakyat tidak melawan, ada 2 cara yang dilakukan oleh mereka, yaitu :
1. Memberi makan rakyat dengan berbagai cara, seperti bansos, dan lain sebagainya.
2. Mengancam rakyat di mana jika berani melawan maka akan ‘dimangsanya’ pula.

Mereka sadar bahwa rakyat yang lapar pasti akan segera melakukan pemberontakan atau perlawanan. Oleh karena itu, cara pertama sering mereka gunakan. Melalui cara pertama, mereka melakukan propaganda untuk mengatakan bahwa mereka adalah baik dan yang dilakukan itu adalah sebuah kebaikan. Padahal yang diberikan kepada rakyat tersebut hanyalah sisa remahan-remahan dari apa yang mereka ‘mangsa’ / ‘santap’. INGAT, yang diterima rakyat adalah *’sisa remahan-remahan’*. Remahan itu sendiri adalah sisa. Dan yang diterima rakyat adalah *sisa dari sisa.*

Dan agar rakyat tidak menyadari bahwa yang diterimanya adalah ‘sisa remahan-remahan’, maka rakyat dibiarkan ‘bodoh’, bodoh dari menyadari akan hal ini. Jika tidak mampu membuat rakyat menjadi bodoh (dalam artian tidak mengetahui akan hal ini), maka akan dibangun mindset dan mental tak berdaya sehingga rakyat menjadi tidak tergerak untuk melakukan perlawanan karena mindset dan mental tak berdaya ini yang akan menganggap bahwa yang dilakukan akan sia-sia. Seringkali dalam membangun mindset dan mental tak berdaya pada rakyat ini, mereka membungkusnya dalam bahasa agama yaitu bahwa ini sudah takdir atau ketetapan Tuhan.

Oleh karena itu, satu-satunya cara untuk menggerakkan rakyat untuk bangkit dan melawan demi kehidupannya yang lebih baik adalah dengan melakukan penyadaran, menyadarkan rakyat dari kebodohannya. Betapa negara dengan kekayaan alamnya mampu mensejahterakan mereka. Tinggal diberikan ruang partisipasi rakyat dalam berbagai bidang, terutama ekonomi.

Jika saja anggaran food estate (sekitar 409 triliun) dan bansos (sekitar 497 triliun) serta nilai korupsi tambang timah (sekitar 271 triliun), belum lagi nilai-nilai lainnya, dibagikan secara merata kepada seluruh penduduk Indonesia, maka nilai tersebut bukan hanya mampu mengeluarkan rakyat dari kemiskinan melainkan juga mampu mensejahterakan mereka, asalkan diberikan secara tepat dan rakyat diedukasi untuk hal tersebut.

*Namun semua ini hanya dapat terjadi jika negeri ini dipimpin oleh orang-orang yang mengedepankan etika.*

Akankah negeri ini dipimpin oleh orang-orang yang mengedepankan etika ?

Jika yang menjadi pemimpin negeri ini adalah orang-orang yang dengan jelas-jelas terpilih dari suatu proses yang melanggar kode etik, belum lagi pelanggaran-pelanggaran lainnya, saya tidak yakin bahwa mereka akan memimpin negeri ini dengan mengedepankan etika. Dan yang saya khawatirkan adalah bahwa mereka menjadi ‘binatang buas’ yang dilepaskan di negeri ini.

*Semoga Allah menjauhkan negeri ini dari orang-orang seperti itu, yang mengabaikan/menafikkan etika, dengan sejauh-jauhnya.* Dan semoga Allah menyadarkan bangsa ini bahwa ada orang-orang seperti ini yang sangat berbahaya bukan hanya bagi negara melainkan juga bagi rakyat, dan kemudian memberikan keberanian dan kekuatan kepada rakyat untuk mencegah dan melawan mereka sebelum mereka benar-benar akan melakukan kezalimannya. Aamiin. Allahumma shali ‘ala Muhammad wa aali Muhammad.

*Salam Demokrasi, Salam Junjung Tinggi Etika,*

Max Hendrian Sahuleka

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini