MANIFESTO PERTAMA OTOKRASI ALGORITMIK

Tentang Kekuasaan Tanpa Paksaan dan Kekosongan Kognitif Manusia

Kita hidup di zaman ketika algoritma tidak lagi sekadar alat, melainkan arsitektur kekuasaan. Kekuasaan ini tidak bekerja melalui larangan atau kekerasan, tetapi melalui penentuan apa yang sempat dilihat, dibaca, dan dipikirkan manusia. Inilah bentuk kekuasaan baru yang tidak memerintah secara terbuka, dan justru karena itu jarang disadari.

Otokrasi algoritmik bukan kediktatoran klasik. Ia tidak menekan dari luar. Ia bekerja dari dalam, melalui kurasi, rekomendasi, dan otomatisasi perhatian.

Manusia tidak dipaksa untuk patuh; ia dibiasakan untuk tidak lagi berpikir secara mandiri. Kekuasaan mencapai bentuk paling sempurna ketika ia tidak lagi dirasakan sebagai kekuasaan.

Era ini sering disebut sebagai era kelimpahan informasi. Namun yang sesungguhnya terjadi adalah kekosongan pengetahuan di dalam diri manusia. Data berlimpah di luar diri, tetapi tidak lagi diendapkan sebagai struktur berpikir. Informasi hanya lewat, tidak tinggal. Yang tersisa bukan pemahaman, melainkan reaksi cepat dan respons emosional.

Kecerdasan buatan tidak menambah kecerdasan manusia. Ia mempercepat apa yang sudah ada, atau apa yang tidak ada. AI adalah cermin. Ia memantulkan kedalaman atau kehampaan pikiran penggunanya.

Kepala yang kosong tidak diisi oleh AI; kekosongan itu hanya disajikan dengan bahasa yang lebih rapi, lebih meyakinkan, dan lebih cepat.

Otokrasi algoritmik melahirkan tipe manusia baru: subjek operasional. Ia mampu menjalankan sistem, mengikuti prosedur, dan mengoptimalkan hasil, tetapi kehilangan kemampuan membangun makna.

Ia efisien tanpa kebijaksanaan, produktif tanpa refleksi, dan cepat tanpa arah. Dalam kondisi ini, kebebasan direduksi menjadi pilihan teknis, bukan keputusan bermoral.

Masalah terbesar zaman ini bukanlah mesin yang terlalu pintar, melainkan manusia yang menyerahkan kognisinya secara sukarela.

Ketika pertanyaan tidak lagi dibangun, ketika keraguan dianggap gangguan, dan ketika kecepatan menggantikan kedalaman, maka kemanusiaan tidak dihancurkan, ia dikosongkan.

Manifesto ini tidak menyerukan penolakan terhadap teknologi. Perlawanan terhadap otokrasi algoritmik bukanlah anti-AI.

Perlawanan sejatinya adalah rekonstruksi batin manusia: mengembalikan kebiasaan membaca mendalam, berpikir lambat, dan menanggung beban makna.

Tanpa itu, tidak ada regulasi, etika, atau kecerdasan buatan yang dapat menyelamatkan kebebasan.

Otokrasi algoritmik akan bertahan selama manusia bersedia hidup tanpa kedalaman.

Ia akan runtuh hanya ketika manusia kembali menjadi tempat pengetahuan berdiam, bukan sekadar terminal data yang dilewati.

Manifesto ini adalah undangan untuk menyadari, bukan untuk tunduk.

Untuk berpikir, bukan sekadar beroperasi.
Untuk mengisi kembali manusia, di tengah dunia yang semakin kosong.

Otokrasi Algoritmik — Manifesto Pertama
Kuntjoro Pinardi
Institut Sains dan Teknologi Nasional (ISTN)
Dewan Pakar Maju Indonesia