Sabtu sore, 11 Oktober 2025, Al-Zastrouw Library kembali akan menjadi tempat berkumpulnya para pencinta sastra. Di antara rak-rak buku dan suasana yang akrab, sebuah diskusi akan digelar: membedah kumpulan puisi Hantu Padang karya Esha Tegar Putra. Acara yang berlangsung pukul 16.00 hingga 18.00 WIB ini menghadirkan Agus R. Sarjono, penyair dan akademisi terkemuka Indonesia, sebagai narasumber utama, dan akan dipandu oleh Sinta Debeturu sebagai moderator.
Kegiatan ini bukan sekadar agenda budaya, melainkan bagian dari rangkaian semaan puisi dan haul sastrawan yang digelar setiap Sabtu, hasil kolaborasi antara Semaan Puisi, Al-Zastrouw Library dan Karang Taruna RW 08. Melalui forum-forum seperti ini, sastra dihidupkan kembali bukan hanya sebagai wacana akademik, tetapi juga sebagai ritual kebudayaan yang mengikat komunitas—tempat orang datang bukan untuk sekadar mendengarkan, melainkan untuk pulang secara batin.
Kumpulan puisi Hantu Padang (JBS, 2024) hadir sebagai peta ziarah batin yang merekam perjalanan seorang penyair dari Padang ke Jakarta, dari masa muda yang bergairah hingga tubuh yang lelah oleh perjalanan.
Esha Tegar Putra menulis dengan kejujuran yang nyaris tak berjarak antara pengalaman hidup dan sajak. Bagi Esha, “hantu” bukan entitas gaib, melainkan kenangan yang hidup di dalam tubuh, sementara “Padang” bukan sekadar kota di Sumatera Barat, melainkan ruang batin yang membentuk sekaligus menghantui dirinya.
“Kota Padang dalam puisi-puisi Esha Tegar Putra tampil seperti tubuh yang tak pernah sembuh: di mana-mana hantu, di mana-mana masa lalu memburu. Di sinilah Esha memperlihatkan keretakan antara masa muda dan masa kini, antara kota yang dulu penuh gairah dengan kota yang kini muram, ditumbuhi “beringin besar” dan “dinding roboh rumah lama.” ujar Mahwi Air Tawar yang salah satu pendiri Semaan Puisi.
Dalam diskusi nanti, Agus R. Sarjono akan mengulas Hantu Padang bukan semata sebagai karya individu, tetapi juga gejala kebudayaan Indonesia kontemporer. Sebagai penyair yang telah lama menekuni persoalan identitas dan ingatan, Agus dikenal karena kedalaman refleksinya dan ketekunannya menjaga tradisi kritik sastra di Indonesia. Dengan pengalaman panjangnya—dari redaktur majalah Horison (1997–2013), Ketua Dewan Kesenian Jakarta (2003–2006), hingga Pemimpin Umum Jurnal Sajak (sejak 2011)—Agus akan memantik dialog tentang bagaimana puisi dapat menjadi medium untuk memahami diri dan zaman.
Melalui acara di Al-Zastrouw Library, sastra menemukan kembali fungsinya yang hakiki: menjadi ruang pulang bagi kesadaran manusia. Forum seperti ini bukan hanya ajang membicarakan puisi, tetapi juga menumbuhkan kepekaan sosial dan spiritual—bahwa setiap bait yang lahir dari tubuh penyair adalah bagian dari sejarah kolektif kita.
Rangkaian kegiatan semaan puisi dan haul sastrawan akan berpuncak pada 28 Oktober 2025 di Makara UI (Universitas Indonesia). Acara puncak ini akan menghadirkan pembacaan puisi, diskusi panel, serta doa bersama untuk sastrawan-sastrawan Indonesia.
Acara ini terbuka untuk umum. Siapa pun—penyair, mahasiswa, perantau, atau sekadar penikmat kata—diundang untuk hadir, mendengar, dan mungkin menemukan dirinya di antara hantu-hantu yang berjalan pelan di antara puisi-puisi Esha Tegar Putra.
Laporan: Thariq Aziz dan Kayla Nareswari, Aktivis Pemuda Karang Taruna RW 08, Komplek Taman Serua, Depok